Minggu, 02 November 2014

Urbanisasi

06.04

URBANISASI


Pengertian Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan.
Pengertian urbanisasi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah suatu proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itu dalam ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian. Pengertian pertama, adalah merupakan suatu perubahan secara esensial unsur fisik dan social, ekonomi budaya wilayah karena percepatan kemajuan ekonomi. Contohnya adalah daerah Cibinong dan Bontang yang berubah dari desa ke kota karena adanya kegiatan industri. Pengertian kedua adalah banyaknya penduduk yang pindah dari desa ke kota karena adanya penarik di kota, misal kesempatan kerja.
Pengertian lain dari urbanisasi, dikemukakan oleh Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar Sosiologi Kota yaitu Kota Didunia Ketiga. Pada pengertian pertama diutarakan bahwa urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah – daerah yang dulu merupakan daerah pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya lambat laun atau melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Pengertian kedua dari urbanisasi adalah, bahwa urbanisasi menyangkut adanya gejala perluasan pengaruh kota ke pedesaan yang dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial dan psikologi.
Jika dilihat dari segi Geografis, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi.
Menurut King dan Colledge (1978), urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four major spatial processes), yaitu :
1.   Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya. 
2.  Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah disekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak – balik, kota – desa.
3.  Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota.
4.  Migrasi dan permukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus – menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi.
Faktor Penyebab Urbanisasi
Faktor penyebab adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama yang klasik yaitu kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor penyebab adanya urbanisasi yaitu:
1.       Faktor Penarik (Pull Factors)
Alasan orang desa melakukan migrasi atau pindah ke kota didasarkan atas beberapa alasan, yaitu:
1.     Lahan pertanian yang semakin sempit
2.    Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3.    Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4.  Terbatasnya sarana dan prasarana di desa, misalnya sarana hiburan yang belum memadai
5.    Diusir dari desa asal, sehingga ke kota menjadi tujuan.
6.   Memiliki impian kuat menjadi orang kaya, karena tingkat upah di kota lebih tinggi
7.     Melanjutkan sekolah, karena di desa fasilitas atau mutunya kurang
8. Pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka usaha kecil-kecilan
9.    Kebebasan pribadi lebih luas
10.  Lebih longgar Adat atau agama

2.      Faktor Pendorong (Push Factors)
Di sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor pendorong timbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya adalah:
1.   Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis (tidak mengalami perubahan yang sangat lambat). Hal ini bisa terjadi karena adat istiadat yang masih kuat atau pun pengaruh agama.
2.   Keadaan kemiskinan desa yang seakan – akan abadi
3.    Lapangan kerja yang hampir tidak ada karena sebagian besar hidup penduduknya hanya bergantung dari hasil pertanian
4.    Pendapatan yang rendah yang di desa
5.    Keamanan yang kurang
6.   Fasilitas pendidikan sekolah atau pun perguruan tinggi yang kurang berkualitas
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu disusul dengan faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi adalah karena terjadinya “overruralisasi” yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
Dampak yang Ditimbulkan Urbanisasi
Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1   Dampak positif

      Pandangan yang positif terhadap urbanisasi, melihat urbanisasi sebagai usaha pembangunan yang menyeluruh, tidak terbatas dalam pagar administrasi kota. Selain itu kota dianggap sebagai “agen modernisasi dan perubahan”. Mereka melihat kota sebagai suatu tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan segala macam fasilitas yang mutlak diperlukan bagi pembanguna. Tanggapan lain adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan dan keadaan Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya bisa tercapai bila seandainya tidak ada urbanisasi.
    
    Dampak yang di timbulkan urbanisasi terhadap kota
     
     Kelompok tertentu berpendapat bahwa proses urbanisasi hanyalah suatu fenomena temporer yang tidak menghambat pembangunan. Dan menekankan bahwa kota merupakan suatu “leading sector” dalam perubahan ekonomi, sosial dan politik. Urbanisasi merupakan variable independen yang memajukan pembangunan ekonomi.


     Dampak negatif
   
       Di Indonesia, persoalan urbanisasi sudah dimulai dengan digulirkannya beberapa kebijakan ‘gegabah’ orde baru. Pertama, adanya kebijakan ekonomi makro (1967-1980), di mana kotasebagai pusat ekonomi. Kedua, kombinasi antara kebijaksanaan substitusi impor dan investasi asing di sektor perpabrikan (manufacturing), yang justru memicu polarisasi pembangunan terpusat pada metropolitan Jakarta. Ketiga, penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor pertanian pada awal dasawarsa 1980-an, yang menyebabkan kaum muda dan para sarjana, enggan menggeluti dunia pertanian atau kembali ke daerah asal. Arus urbansiasi yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana pembangunan kota dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan pengendalian pemerintah kota. Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat pada masalah kriminalitas yang bertambah dan turunnya tingkat kesejahteraan.
   
   Dampak negatif lainnnya yang muncul adalah terjadinya “overurbanisasi” yaitu dimana prosentase penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara. Selain itu juga dapat terjadi “underruralisasi” yaitu jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil bagi tingkat dan cara produksi yang ada. 
   
   Hal ini menimbulkan terjadinya pengangguran dan underemployment. Kota dipandang sebagai inefisien dan artificial proses “pseudo-urbanisastion”. Sehingga urbanisasi merupakan variable dependen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dampak negatif lainnya yang ditimbulkan oleh tingginya arus urbanisasi adalah sebagai berikut :
1.  Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan. Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan. 
2.   Menambah polusi di daerah perkotaan. Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di daerah kota tidak lagi terdapat keseimbangan yang dapat menjaga keharmonisan lingkungan perkotaan. 
3.  Penyebab bencana alam. Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi. 
4.   Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi. Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, masalah pedagang kaki lima dan pekerjaan lain yang sejenis. Hal ini akhitnya akan meningkatkan jumlah pengangguran di kota yang menimbulkan kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, orang – orang akan nekat melakukan tindak kejahatan seperti mencuri, merampok bahkan membunuh. Ada juga masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
5. Penyebab kemacetan lalu lintas. Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota. 
6.     Merusak tata kota. Apalagi para migran tersebut kebanyakan adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri. Akibatnya timbul perkampungan kumuh dan liar di tanah – tanah pemerintah. Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.
Dampak Negatif Urbanisasi Terhadap Desa Adalah Sebagai Berikut ;
  1.   Makin terbatasnya jumlah buruh tani
  2.  Menurunnya produktivitas sector pertanian yang menjadi tumpuan hidup sebagian  besar masyarakat desa
  3. Hilangnya tenaga muda sebagai tenaga potensial bagi pembangunan di desanya
  4. Terjadinya perubahan hubungan dalam keluarga seperti hubungan anak-ayah yang menjadi renggang
  5.  Timbulnya pendidikan anak yang matriakat. Artinya pendidiakn anak-anak diperoleh dari ibu saja, karena yang meninggalkan desa biasanya kaum lelaki. Pendidikan di sini maksudnya proses sosialisasi
  6. Juga terjadi krisis moral di kalangan masyarakat yang bersangkutan. Karena masuknya budaya kota yang kurang baik, seperti mabuk-mabukan, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Penduduk mulai terpengaruh oleh budaya asing yang dapat melunturkan budaya tradisiona
  7.  Perkembangan desa berjalan lambat. Hal ini dikarenakan desa kekurangan tenaga kerja. Biasanya, orang-orang muda yang pindah ke kota adalah mereka yang berpendidikan dan sangat dibutuhkan potensinya untuk membangun desa. 
Dampak Positif Urbanisasi Terhadap Desa Adalah Sebagai Berikut ;

  1. Tingkat pengangguran di desa berkurang
  2. Arus informasi desa meningkat sehingga pengetahuan penduduk desa semakin bertambah
  3. Terbukanya jalur transportasi desa kota dapat meningkatkan pendapatan petani karena hasil panen dapat dijual ke luar daerah
  4. Produktivitas desa semakin meningkat dengan tekhnologi tepat guna
  5. Tingkat kepadatan penduduk di desa berkurang
  6. Meningkatnya kesejahteraan penduduk yang melakukan urbanisasi apabila berhasil di kota
  7. Meningkatnya kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan
  8. Masyarakat desa dapat mengadopsi budaya dari kota (yang baik)
  9. Tingkat upah di pedesaan meningkat
Dampak Urbanisasi dalam Aspek Sosial Ekonomi
Sekalipun para urbanisan umumnya bekerja di sektor informal, tetapi dari segi penghasilan, dapat dikatakan cukup lumayan. Paling tidak, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan peng-hasilan yang bisa diperoleh di desa asalnya. Menurut I nforman, seorang penjual jamu dalam sehari  memperoleh penghasilan Rp 20.000,- atau lebih, demikian juga pedagang yang lain pendapatan yang diperoleh tidak kurang dari Rp 10.000,- per hari. Upah sebagai buruh tani di desa paling tinggi Rp 5000,-. Peng-hasilan yang diperoleh para migran asal Desa Jetis nampaknya sesuai dengan temuan Papanek (1986:230) yang menunjukkan bahwa para migran ke kota umumnya bernasib lebih baik daripada ketika masih di pedesaan. Pendapatan mereka rata-rata meningkat dua pertiga kali lipat.
Tingginya kesenjangan pendapatan antara yang diperoleh di desa dengan di kota inilah barangkali yang menjadi penyebab utama banyaknya penduduk Desa  melakukan urbanisasi. Temuan di atas nampaknya sejalan dengan pemikiran (Todaro, 1970:126) yang menyatakan bahwa keputusan bermigrasi merupakan suatu respons terhadap harapan tentang penghasil-an yang akan diperoleh di kota dibanding dengan yang diterima di desa, dan kemungkinan memperoleh pekerjaan di kota.
Dijelaskan oleh beberapa informan bahwa tidak semua yang berurbanisasi dapat atau berhasil meningkatkan kehidupannya, ada di antaranya yang gagal sehingga memilih kembali tinggal di desa, namun tidak sedikit yang masih tetap bertahan tinggal di kota, meski dengan kondisinya sangat memprihatinkan, sehingga hampir tidak mampu untuk menyisihkan sebagian peng-hasilannya untuk ditabung. Secara lebih detail dapat dikemukakan tentang dampak urbanisasi dalam aspek sosial ekonomi.
Pertama, keberhasilan para migran yang melakukan urbanisasi dalam meningkatkan pendapatannya sebagian digunakan untuk membangun rumah di desa. Kenyataan itu dapat dilihat di desa Jetis, seperti misalnya banyak pembangunan rumah – rumah baru yang lebih permanen dan memenuhi syarat kesehatan. Rumah – rumah baru yang mereka bangun tersebut telah dilengkapi dengan perabotan rumah tangga modern, misalnya TV, Radio tape, kulkas, sepeda motor, dsb. Kemampuan untuk membangun rumah baru dan membeli perlengkapan rumah tangga ini tentu saja sesuai dengan kemampuan masing – masing migran. Berdasarkan pengamatan ada rumah yang dibangun bertingkat, pada hal menurut informasi pemilik rumah tidak lulus SD, dan bekerja sebagai pedagang di Jakarta. Kondisi tempat tinggal yang mereka miliki di desa ini seringkali bertolak belakang dengan kondisi tempat tinggal mereka selama hidup di kota, sebagaimana telah disinggung terdahulu.
Rumah – rumah baru umumnya dibangun dengan arsitektur model, akibatnya berdampak pada pembongkaran rumah tradisional yang kemudian dirubah menjadi model baru. Hal ini amat disayangkan karena rumah-rumah dengan arsitektur tradisional yang sebagian besar bahannya terbuat dari kayu semakin berkurang jumlahnya, dan dikhawatirkan nantinya akan semakin langka.
Kelebihan penghasilan yang diwujudkan dalam bentuk bangunan rumah ini juga menunjukkan keterbatasan imajinasi budaya mereka. Barangkali dilihat dari kacamata pemikiran rasional ekonomis, kelebihan penghasilan itu dapat digunakan oleh mereka untuk memperkuat modal usaha, tetapi hal ini nampaknya tidak banyak dilakukan oleh penduduk desa Jetis. Kelebihan penghasilan justru mereka guna-kan untuk membangun rumah baru di desa sementara mereka sendiri bekerja di kota, sehingga rumah-rumah yang telah terbangun megah tersebut ada yang tidak berpenghuni, atau hanya dihuni di saat mereka pulang kampung saja; tetapi ada juga yang ditempati oleh anak-anaknya saja sementara orang tuanya berada di kota; dan ada juga meminta kerabatnya, biasanya yang sudah tua, atau orangtuanya untuk menunggui rumah. Beberapa rumah bahkan ditempati orang dari luar daerah yang bekerja di sekitar desa, sementara mereka belum memiliki rumah sendiri. Dalam kasus demikian, biasanya mereka tidak diminta untuk membayar sewa rumah, melainkan hanya diminta merawat selama menempati rumah tersebut.
Kedua, ada yang memiliki kemampuan untuk menginvestasikan kelebihan penghasilannya dalam bentuk sawah dan pekarangan di desa. Hal ini dipandang se-bagai dampak positif, artinya mereka telah mempunyai orientasi ke masa depan. Keinginaan menginvestasikan uang dalam bentuk tanah dan pekarangan di desa asal ini berkait dengan keinginan sebagian besar migran yang nantinya setelah tua mereka kembali ke desa.
Ketiga, keberhasilan migran di kota memberikan dampak pada kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan. Dengan kelebihan penghasilan selama mereka bekerja di kota, akan berimbas pada keluarganya yang ditinggal di desa, sehingga dari segi pemenuhan kebutuhan hidup menjadi lebih baik. Sebagai orang desa yang hidup dalam keadaan subsistensi, ukuran kesejahteraan bagi mereka adalah terpenuhinya kebutuhan hidup mereka secara ekonomi, apalagi bila ada kelebihan penghasilan yang dapat diinvestasikan dalam bentuk lain. Bagi mereka, nampaknya tidak terlalu mempersoalkan apakah mereka berkumpul terus dengan keluarganya atau tidak, yang dipentingkan adalah terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Hal ini dibuktikan dari ungkapan beberapa informan yang menyatakan bahwa dewasa ini mereka merasa lebih sejahtera dan lebih tenteram hidupnya, sekalipun harus berpisah sementara dengan keluarganya.
Keempat, keberhasilan meningkatkan penghasilan ini juga berdampak pada perbaikan fasilitas umum yang pembiayaannya dilakukan secara swadaya. Dana untuk membangun fasilitas umum tersebut sebagian besar diperoleh dari penduduk yang melakukan urbanisasi. Berbagai fasilitas umum yang mengalami perbaikan di antaranya jalan – jalan desa yang sebagaian besar sudah diaspal, jembatan, dan tempat peribadatan. Dengan perbaikan prasarana jalan ini akan sedikit banyak mempengaruhi perekonomian desa.
Kelima, dalam bidang pertanian, keberhasilan dalam urbanisasi ini membawa dampak yang kurang menguntungkan. Kegiatan pertanian yang kurang diperhatikan sejak keberhasilan penduduk Desa Jetis dalam bidang industri tenun pada beberapa dekade sebelumnya terus berlanjut hingga sekarang, apalagi sebagian penduduk berurbanisasi. Pada saat industri tenun masih jaya, banyak di antara pemilik sawah yang juga sebagai pengusaha tenun tidak mengerjakan sendiri sawah miliknya, karena penghasilan yang diperoleh waktu itu lebih kecil dibanding penghasilan dalam bidang industri tenun. Demikian juga penghasilan sebagai buruh tani lebih kecil dibanding sebagai buruh industri. Akibatnya pekerjaan di bidang pertanian lebih banyak dilakukan dengan mendatangkan buruh dari luar daerah. Saat ini, keberhasilan urbanisasi menyebabkan mereka semakin enggan pergi ke sawah, apalagi untuk generasi mudanya yang umumnya hampir tidak pernah bekerja di bidang pertanian. Karena itu, dewasa ini kesulitan yang dihadapi pemilik sawah adalah mencari buruh tani, karena desa – desa lain di sekitarnya banyak warganya yang sekarang juga melakukan urbanisasi. Akibatnya, para pemilik sawah seringkali harus mendatangkan buruh tani dari wilayah Kabupaten Purwodadi untuk menggarap sawahnya. Bahkan kadang – kadang ada sawah milik warga Desa Jetis yang terpaksa terbengkelai tidak tergarap karena kesulitan mencari buruh tani untuk menggarapnya.
Dampak Urbanisasi dalam Aspek Sosial Budaya
Perbincangan mengenai akibat urbanisasi bagi masyarakat desa, selama ini lebih banyak mengungkapkan pada aspek sosial ekonomi, sementara sorotan terhadap aspek sosial budaya dirasakan masih kurang. Pada hal sebagaimana dinyatakan beberapa ahli seperti Zelinsky (1971:222) dan Lewis (1982:168) bahwa mobilitas penduduk me-megang peranan penting dalam perubahan sosial-budaya dengan cara membawa ma-syarakat dari kehidupan tradisional ke sua-sana dan cara hidup modern yang dibawa dari luar. Perubahan tersebut termasuk per-geseran nilai dan norma serta jaringan dan pola hubungan kekerabatan di pedesaan.
Sebenarnya tidaklah mudah mengemukakan perubahan yang terjadi pada aspek sosial budaya ini, karena tidak begitu nampak secara nyata seperti halnya pada perubahan sosial ekonomi. Sehingga untuk mengetahuinya diperlukan pengamatan yang agak intensif dan wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat yang benar-benar menguasai pemasalahan. Bebe-rapa perubahan dalam aspek sosial budaya antara lain tersebut di bawah ini.
Pertama, perubahan yang paling nampak dalam aspek sosial budaya adalah dalam bidang pendidikan. Beberapa informan mengemukakan bahwa sejak sekitar dua puluh tahun terakhir ini, yaitu sejak berangsurnya penduduk Desa Jetis melakukan urbanisasi, maka kesadaran penduduk untuk menyekolahkan semakin meningkat. Bila pada tahun 1970-an kebanyakan orang tua hanya menyekolahkan hingga tamat SD, dan sangat sedikit yang menyekolahkan hingga sekolah lanjutan, kini sebagian besar telah menyekolahkan anak – anak mereka hingga ke jenjang sekolah lanjutan atas, bahkan hingga perguruan tinggi. Di desa Jetis, tidaklah aneh bila orang tuanya   bekerja di kota sebagai pedagang bakso, sementara anaknya kuliah di perguruan tinggi. Tanpa mengabaikan pengaruh variabel lain, misalnya fasilitas pendidikan yang semakin banyak hingga ke pelosok desa, urbanisasi berdampak pada peningkatan kesadaran menyekolahkan anak, wawasan dan pemikiran semakin terbuka setelah ba-nyak berhubungan dengan masyarakat luar, dan melihat perkembangan pembangunan yang terjadi di tempat lain. Apalagi kesadaran ini semakin ditunjang peningkatan pendapatan sehingga mereka mampu membiayai pendidikan anaknya.
Kedua, urbanisasi juga berdampak pada perubahan peranan dan tanggung jawab wanita. Kenyataan ini terutama nampak pada wanita yang ditinggal suaminya bekerja di kota, mereka harus bertindak sebagai kepala rumah tangga selama suaminya tidak ada di rumah. Wanita tidak hanya bertanggung jawab atas kegiatan di dalam rumah tangga, tetapi juga harus melakukan kegiatan kemasyarakatan atas nama suami.  Secara tidak langsung mengubah kebiasaan menempatkan kaum wanita hanya sebagai ibu rumah tangga serta berurusan dengan kegiatan wanita saja. Sebagaimana program pemerintah yang menuntut kaum wanita untuk turut serta dalam kegiatan di luar rumah tangga.
Ketiga, dampak urbanisasi juga terlihat pada kelembagaan keluarga, khususnya dalam sistem perkawinan, di mana sekarang ini orang tua tidak lagi dominan dalam menentukan pilihan jodoh bagi anaknya. Dalam kasus di Desa Jetis ini, banyak di antara pemuda – pemudinya yang memperoleh pasangan hidup dari luar daerah atas dasar pilihannya sendiri, dan kebanyakan jodohnya tersebut diperoleh di kota tempat mereka bekerja. Dampak lain adalah semakin meningkatnya usia perka-winan. Kalau pada tahun 1970-an anak gadis yang belum berumur 18 tahun sudah di-nikahkan, kini umur kawin telah meningkat dan cenderung “diprogram” oleh mereka sendiri.
Keempat, urbanisasi memberikan pengaruh pada meluasnya kerangka pemikiran penduduk desa serta mengubah perilaku masyarakat dari orientasi sosial ke orientasi komersial. Dalam hal ini telah terjadi perubahan apresiasi nilai uang pada seluruh warga desa, atau dengan kata lain meminjam istilah beberapa ahli, di desa tersebut telah terjadi monetisasi dan komersialisasi aktivitas yang semula bersifat sosial. Kegiatan gotong – royong yang selama ini dipandang merupakan aktivitas luhur yang kita banggakan kini semakin luntur. Contoh nyata dalam hal ini adalah bahwa dewasa ini kegiatan memperbaiki rumah, membangun pagar, membuat sumur, dan kegiatan-kegiatan lain di sekitar rumah tangga sekarang tidak lagi dilakukan dengan cara sambatan atau tolong –menolong antar tetangga, melainkan dilakukan dengan membayar tenaga tukang.
Kelima, dari segi hubungan kekerabatan, urbanisasi sering diasosiasikan dengan melemahnya atau longgarnya hubungan kekerabatan. Dengan kata lain, makin meningkat kegiatan mobilitas penduduk akan semakin melonggarkan keterikatan mereka dengan kehidupan penduduk setempat. Lemahnya hubungan keke-rabatan sebenarnya tergantung dari persepsi yang diberikan. Secara fisik, memang kepergian mereka ke luar desa mengakibatkan semakin berkurangnya kesempatan mereka untuk mengikuti acara atau peristiwa sosial di desa. Tetapi secara batiniah hubungan dan ikatan dengan daerah asal itu ada beragam perilaku. Ada yang memang merasa masih memiliki ikatan kuat dengan kerabatnya di desa. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku kepulangan mereka setiap saat ke desa asal. Tetapi ada pula yang sudah mulai “ogah-ogahan” pulang ke desa, dan dengan demikian ikatan kekerabatan juga sudah melonggar.
Keenam, secara sosial, urbanisasi akan berpengaruh pada kesejahteraan keluarga migran yang bersangkutan. Hal ini berkait dengan kehidupan keluarga mereka yang terpaksa harus hidup terpisah sampai jangka waktu yang tidak diketahui batasnya. Sekalipun mereka pada waktu – waktu tertentu pulang ke desa, namun kesejahteraan keluarga akan lebih terjamin bila mereka selalu berkumpul dalam satu rumah. Namun demikian, hal ini nampaknya tidak terlalu dirisaukan oleh orang desa, sebagai masyarakat desa yang biasa hidup subsistensi, nampaknya pemenuhan kebutuhan ekonomi lebih mendominasi pemikiran mereka dalam soal kesejahteraan hidupnya.
Ketujuh, orang – orang “sukses” di kota ini dapat menumbuhkan kemampuan dan keinginan untuk berkompetisi atau bersaing. Dari sisi positif kompetisi dan persaingan ini akan sehat dan baik apabila mendorong mereka terpacu dan semakin giat bekerja, sehingga keberhasilan ini akan semakin dapat dirasakan penduduk desa. Di sisi lain kompetisi dan persaingan ini akan menjadi tidak sehat karena membuahkan perilaku budaya baru yang disebut dengan budaya “pamer” dengan menggunakan ke-kuatan ekonomi. Karena budaya “pamer” ini tidak sesuai dengan budaya Jawa yang berusaha untuk konform dengan lingkungan sekitar. Dalam hal ini, orang mencari penga-kuan dan kehormatan melalui kekayaannya. Data di atas sesuai dengan sinyalemen Saefullah (1994:40) yang menyatakan penggunaan uang untuk membeli tanah, mendirikan rumah, membeli sepeda motor, dan alat-alat rumah tangga modern tam-paknya terdorong oleh apirasi mobilitas sosial.
Kedelapan, pengaruh urbanisasi juga nampak pada kebiasaan berpakaian dan makan. Perubahan dalam hal berpakaian tidak semata -mata karena evolusi alamiah, melainkan juga karena ada kontak dengan dunia luar atau ada pihak yang memperkenalkan. Media massa dan iklan dapat mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam berpakaian dan makan, tetapi dampaknya tidak akan efektif apabila tidak ada orang yang memberikan contoh nyata dalam kesehariannya. Setelah melihat cara-cara baru berpakaian dan mengenal macam-macam makanan modern sekembalinya ke desa diperlihatkan kepada orang-orang desa.
Kesembilan, perubahan juga nampak pada pergaulan remaja, serta interaksi antara generasi muda dengan orang tua. Dari sisi positif, urbanisasi mendorong penduduk untuk memperluas pergaulan dan penga-laman, dengan akibat lebih lanjut pada keinginan mereka untuk meningkatkan kemampuan diri. Sedangkan di pihak lain sebagian remaja yang pergi ke kota membawa kebiasaan baru yang bersifat negatif yang diperolehnya di kota seperti minum-minuman yang mengandung alkohol, berjudi. Dampak negatif yang lain adalah mulai berkurangnya penghormatan terhadap orang tua. Memang hanya sedikit warga Desa Jetis yang melakukan kegiatan negatif semacam itu, meskipun demikian perilakunya dapat mengganggu kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal interaksi antara generasi muda dengn orang tua seringkali ditemui adanya kesenjangan, baik dalam hal nilai, norma dan berakibat pada perilaku kesehariannya.
Upaya Penanggulangan Urbanisasi
  1.  Mempersulit peraturan proses perpindahan desa ke kota
  2. Meningkatkan pelaksanaan siskamling agar masyarakat desa merasa lebih terjamin keamanannya.
  3. Pembangunan sarana yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa, seperti KUD dan pembangunan sarana irigasi.
  4.  Menggalakkan program keluarga berencana untuk menekan laju pertumbuhan penduduk desa.
  5. Peningkatan fasilitas kehidupan masyarakat desa, seperti sarana angkutan, kesehatan, jalan, pendidikan dan lain sebagainya.
  6. Menerapkan system desentrlisasi dalam pelaksanaan pembangunan. Kegiatan pembangunan tidak hanya berpusat di kot saja, malinkan tersebar di daerah – daerah lainnya. Sehingga masyarakat desa yang mencari pekerjaan tidah harus dating ke kota.
  7. Memperlancar arus lalu lintas yang menghubungkan desa dan kota./ sehingga orang desa yang bekerja di kota tidak usah menetap di kota (Nglaju).
  8. Desentralisasi industry
  9. Peningkatan masyarakat desa dengan melakukan intensifikasi pertanian dalam pengembanagna industri kecil.
  10.  Membangun jaringan listrik di wilayah pedesaan dan lain sebagainya.

Keuntungan dan Akibat Urbanisasi
Keuntungan Urbanisasi:
  1. Memoderenisasikan warga desa
  2.  Menambah pengetahuan warga desa
  3. Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
  4. Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa

Akibat urbanisasi:
  1. Terbentuknya suburb tempat – tempat pemukiman baru dipinggiran kota
  2. Makin meningkatnya tuna karya (orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap)
  3. Masalah perumahan yg sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
  4. Lingkungan hidup tidak sehat, timbulkan kerawanan sosial dan kriminal

Cara Mengatasi Masalah Urbanisasi
Masalah urbanisasi ini dapat ditangani dengan memperlambat laju pertumbuhan populasi kota yaitu diantaranya dengan membangun desa , adapun program-program yang dikembangkan diantaranya:
  1. intensifikasi pertanian
  2. mengurangi/membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan kelahiran, yaitu program Keluarga Berencana
  3. memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di pedesaan
  4. program pelaksanaan transmigrasi
  5.  penyebaran pembangunan fungsional di seluruh wilayah
  6. pengembangan teknologi menengah bagi masyarakat desa
  7. pemberdayaan potensi utama desa
  8. perlu dukungan politik dari pemerintah, diantaranya adanya kebijakan seperti reformasi tanah

Berdasarkan kebijakan tersebut, maka yang yang berperan adalah pemerintah setempat dalam penerapannya. Pemerintah daerah perlu berbenah diri dan perlu mengoptimalkan seluruh potensi ekonomi yang ada di daerah, sehingga terjadi kegiatan ekonomi dan bisnis yang benar benar berorientasi pada kepentingan warganya.

Tapi bukan berarti pemerintah daerah saja yang berperan, di tingkat pusat, pemerintah juga perlu membuat kebijakan lebih adil dan tegas terkait pemerataan distribusi sumber daya ekonomi. Arus balik ialah fenomena tahunan. Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik untuk mengantisipasi meledaknya jumlah penduduk perkotaan dengan segala macam persoalannya.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Sosiologindo. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top