URBANISASI
Pengertian Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan.
Pengertian
urbanisasi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah suatu proses kenaikan
proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itu dalam
ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan
suatu wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian.
Pengertian pertama, adalah merupakan suatu perubahan secara esensial unsur
fisik dan social, ekonomi budaya wilayah karena percepatan kemajuan ekonomi.
Contohnya adalah daerah Cibinong dan Bontang yang berubah dari desa ke kota
karena adanya kegiatan industri. Pengertian kedua adalah banyaknya penduduk
yang pindah dari desa ke kota karena adanya penarik di kota, misal kesempatan
kerja.
Pengertian lain
dari urbanisasi, dikemukakan oleh Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar Sosiologi
Kota yaitu Kota Didunia Ketiga. Pada pengertian pertama diutarakan bahwa
urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang
digerakkan oleh perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah – daerah
yang dulu merupakan daerah pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang
agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya lambat laun atau melalui proses
yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Pengertian kedua dari urbanisasi
adalah, bahwa urbanisasi menyangkut adanya gejala perluasan pengaruh kota ke
pedesaan yang dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial dan psikologi.
Jika dilihat dari
segi Geografis, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang
memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang
lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik,
sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya. Berdasarkan pengertian
tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam
menjelaskan proses urbanisasi.
Menurut King dan
Colledge (1978), urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four
major spatial processes), yaitu :
1. Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota
sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan
hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
2. Adanya arus modal dan investasi untuk
mengatur kemakmuran kota dan wilayah disekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi
untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak – balik, kota –
desa.
3. Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh
terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik di kota akan dapat meluas di
kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah
suasana desa menjadi suasana kota.
4. Migrasi dan permukiman baru dapat terjadi
apabila pengaruh kota secara terus – menerus masuk ke daerah pedesaan.
Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka
memperbaiki keadaan sosial ekonomi.
Faktor
Penyebab Urbanisasi
Faktor penyebab
adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama yang klasik yaitu
kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor penyebab
adanya urbanisasi yaitu:
1.
Faktor Penarik (Pull Factors)
Alasan
orang desa melakukan migrasi atau pindah ke kota didasarkan atas beberapa
alasan, yaitu:
1. Lahan pertanian yang semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat
asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan
pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa,
misalnya sarana hiburan yang belum memadai
5. Diusir dari desa asal, sehingga ke kota
menjadi tujuan.
6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya,
karena tingkat upah di kota lebih tinggi
7. Melanjutkan sekolah, karena di desa fasilitas
atau mutunya kurang
8. Pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota
gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka usaha kecil-kecilan
9. Kebebasan pribadi lebih luas
10. Lebih
longgar Adat atau agama
2.
Faktor Pendorong (Push Factors)
Di
sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di
desa umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor
pendorong timbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya
adalah:
1. Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan
yang statis (tidak mengalami perubahan yang sangat lambat). Hal ini bisa
terjadi karena adat istiadat yang masih kuat atau pun pengaruh agama.
2. Keadaan kemiskinan desa yang seakan – akan
abadi
3. Lapangan kerja yang hampir tidak ada karena
sebagian besar hidup penduduknya hanya bergantung dari hasil pertanian
4. Pendapatan yang rendah yang di desa
5. Keamanan yang kurang
6. Fasilitas pendidikan sekolah atau pun
perguruan tinggi yang kurang berkualitas
Dari uraian di
atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang paling
kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu
disusul dengan faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya
urbanisasi adalah karena terjadinya “overruralisasi” yaitu tingkat dan cara
produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
Dampak
yang Ditimbulkan Urbanisasi
Akibat dari
meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan
kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak
urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1 Dampak
positif
Pandangan yang
positif terhadap urbanisasi, melihat urbanisasi sebagai usaha pembangunan yang
menyeluruh, tidak terbatas dalam pagar administrasi kota. Selain itu kota
dianggap sebagai “agen modernisasi dan perubahan”. Mereka melihat kota sebagai
suatu tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan segala macam fasilitas
yang mutlak diperlukan bagi pembanguna. Tanggapan lain
adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan dan keadaan
Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya bisa tercapai
bila seandainya tidak ada urbanisasi.
Dampak
yang di timbulkan urbanisasi terhadap kota
Kelompok tertentu
berpendapat bahwa proses urbanisasi hanyalah suatu fenomena temporer yang tidak
menghambat pembangunan. Dan menekankan bahwa kota merupakan suatu “leading
sector” dalam perubahan ekonomi, sosial dan politik. Urbanisasi merupakan
variable independen yang memajukan pembangunan ekonomi.
Dampak
negatif
Di Indonesia,
persoalan urbanisasi sudah dimulai dengan digulirkannya beberapa kebijakan ‘gegabah’ orde baru. Pertama, adanya kebijakan ekonomi makro (1967-1980), di
mana kotasebagai pusat ekonomi. Kedua, kombinasi antara kebijaksanaan
substitusi impor dan investasi asing di sektor perpabrikan (manufacturing),
yang justru memicu polarisasi pembangunan terpusat pada metropolitan Jakarta.
Ketiga, penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor pertanian pada awal
dasawarsa 1980-an, yang menyebabkan kaum muda dan para sarjana, enggan
menggeluti dunia pertanian atau kembali ke daerah asal. Arus urbansiasi
yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana pembangunan kota
dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan pengendalian pemerintah
kota. Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat pada masalah kriminalitas
yang bertambah dan turunnya tingkat kesejahteraan.
Dampak negatif
lainnnya yang muncul adalah terjadinya “overurbanisasi” yaitu dimana prosentase
penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi
negara. Selain itu juga dapat terjadi “underruralisasi” yaitu jumlah penduduk
di pedesaan terlalu kecil bagi tingkat dan cara produksi yang ada.
Hal ini
menimbulkan terjadinya pengangguran dan underemployment. Kota dipandang sebagai
inefisien dan artificial proses “pseudo-urbanisastion”. Sehingga urbanisasi
merupakan variable dependen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dampak negatif
lainnya yang ditimbulkan oleh tingginya arus urbanisasi adalah sebagai berikut
:
1. Semakin minimnya lahan kosong di daerah
perkotaan. Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti
kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan
sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu
lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk
Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat
di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan
pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal.
Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya
dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki
tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka.
hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
2. Menambah polusi di daerah perkotaan.
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan
maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan
kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus
menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan
kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di daerah kota tidak
lagi terdapat keseimbangan yang dapat menjaga keharmonisan lingkungan
perkotaan.
3. Penyebab bencana alam. Para urban yang tidak
memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di
pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk
mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka.
Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat
untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah
Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
4. Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi.
Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah
apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota.
Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki
keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk
memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian,
penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, masalah pedagang kaki lima
dan pekerjaan lain yang sejenis. Hal ini akhitnya akan meningkatkan jumlah
pengangguran di kota yang menimbulkan kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, orang – orang akan nekat melakukan tindak
kejahatan seperti mencuri, merampok bahkan membunuh. Ada juga masyarakat yang
gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan
tunasusila.
5. Penyebab kemacetan lalu lintas. Padatnya
penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus
urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal
maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga
kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para
urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan
di kota.
6. Merusak tata kota. Apalagi para migran
tersebut kebanyakan adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau
membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri. Akibatnya timbul perkampungan
kumuh dan liar di tanah – tanah pemerintah. Tata kota suatu daerah tujuan urban
bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan
pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa
merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya
digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para
urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga
tidak berfungsi lagi.
Dampak
Negatif Urbanisasi Terhadap Desa Adalah Sebagai Berikut ;
- Makin terbatasnya jumlah buruh tani
- Menurunnya produktivitas sector pertanian yang menjadi tumpuan hidup sebagian besar masyarakat desa
- Hilangnya tenaga muda sebagai tenaga potensial bagi pembangunan di desanya
- Terjadinya perubahan hubungan dalam keluarga seperti hubungan anak-ayah yang menjadi renggang
- Timbulnya pendidikan anak yang matriakat. Artinya pendidiakn anak-anak diperoleh dari ibu saja, karena yang meninggalkan desa biasanya kaum lelaki. Pendidikan di sini maksudnya proses sosialisasi
- Juga terjadi krisis moral di kalangan masyarakat yang bersangkutan. Karena masuknya budaya kota yang kurang baik, seperti mabuk-mabukan, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Penduduk mulai terpengaruh oleh budaya asing yang dapat melunturkan budaya tradisiona
- Perkembangan desa berjalan lambat. Hal ini dikarenakan desa kekurangan tenaga kerja. Biasanya, orang-orang muda yang pindah ke kota adalah mereka yang berpendidikan dan sangat dibutuhkan potensinya untuk membangun desa.
Dampak
Positif Urbanisasi Terhadap Desa Adalah Sebagai Berikut ;
- Tingkat pengangguran di desa berkurang
- Arus informasi desa meningkat sehingga pengetahuan penduduk desa semakin bertambah
- Terbukanya jalur transportasi desa kota dapat meningkatkan pendapatan petani karena hasil panen dapat dijual ke luar daerah
- Produktivitas desa semakin meningkat dengan tekhnologi tepat guna
- Tingkat kepadatan penduduk di desa berkurang
- Meningkatnya kesejahteraan penduduk yang melakukan urbanisasi apabila berhasil di kota
- Meningkatnya kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan
- Masyarakat desa dapat mengadopsi budaya dari kota (yang baik)
- Tingkat upah di pedesaan meningkat
Dampak
Urbanisasi dalam Aspek Sosial Ekonomi
Sekalipun para
urbanisan umumnya bekerja di sektor informal, tetapi dari segi penghasilan,
dapat dikatakan cukup lumayan. Paling tidak, jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan peng-hasilan yang bisa diperoleh di desa asalnya. Menurut I
nforman, seorang penjual jamu dalam sehari memperoleh penghasilan Rp
20.000,- atau lebih, demikian juga pedagang yang lain pendapatan yang diperoleh
tidak kurang dari Rp 10.000,- per hari. Upah sebagai buruh tani di desa paling
tinggi Rp 5000,-. Peng-hasilan yang diperoleh para migran asal Desa Jetis
nampaknya sesuai dengan temuan Papanek (1986:230) yang menunjukkan bahwa para
migran ke kota umumnya bernasib lebih baik daripada ketika masih di pedesaan.
Pendapatan mereka rata-rata meningkat dua pertiga kali lipat.
Tingginya
kesenjangan pendapatan antara yang diperoleh di desa dengan di kota inilah
barangkali yang menjadi penyebab utama banyaknya penduduk Desa melakukan
urbanisasi. Temuan di atas nampaknya sejalan dengan pemikiran (Todaro,
1970:126) yang menyatakan bahwa keputusan bermigrasi merupakan suatu respons
terhadap harapan tentang penghasil-an yang akan diperoleh di kota dibanding
dengan yang diterima di desa, dan kemungkinan memperoleh pekerjaan di kota.
Dijelaskan oleh
beberapa informan bahwa tidak semua yang berurbanisasi dapat atau berhasil
meningkatkan kehidupannya, ada di antaranya yang gagal sehingga memilih kembali
tinggal di desa, namun tidak sedikit yang masih tetap bertahan tinggal di kota,
meski dengan kondisinya sangat memprihatinkan, sehingga hampir tidak mampu
untuk menyisihkan sebagian peng-hasilannya untuk ditabung. Secara lebih detail
dapat dikemukakan tentang dampak urbanisasi dalam aspek sosial ekonomi.
Pertama,
keberhasilan para migran yang melakukan urbanisasi dalam meningkatkan pendapatannya
sebagian digunakan untuk membangun rumah di desa. Kenyataan itu dapat dilihat
di desa Jetis, seperti misalnya banyak pembangunan rumah – rumah baru yang
lebih permanen dan memenuhi syarat kesehatan. Rumah – rumah baru yang mereka
bangun tersebut telah dilengkapi dengan perabotan rumah tangga modern, misalnya
TV, Radio tape, kulkas, sepeda motor, dsb. Kemampuan untuk membangun rumah baru
dan membeli perlengkapan rumah tangga ini tentu saja sesuai dengan kemampuan
masing – masing migran. Berdasarkan pengamatan ada rumah yang dibangun
bertingkat, pada hal menurut informasi pemilik rumah tidak lulus SD, dan
bekerja sebagai pedagang di Jakarta. Kondisi tempat tinggal yang mereka miliki
di desa ini seringkali bertolak belakang dengan kondisi tempat tinggal mereka
selama hidup di kota, sebagaimana telah disinggung terdahulu.
Rumah – rumah baru
umumnya dibangun dengan arsitektur model, akibatnya berdampak pada pembongkaran
rumah tradisional yang kemudian dirubah menjadi model baru. Hal ini amat
disayangkan karena rumah-rumah dengan arsitektur tradisional yang sebagian
besar bahannya terbuat dari kayu semakin berkurang jumlahnya, dan dikhawatirkan
nantinya akan semakin langka.
Kelebihan
penghasilan yang diwujudkan dalam bentuk bangunan rumah ini juga menunjukkan keterbatasan
imajinasi budaya mereka. Barangkali dilihat dari kacamata pemikiran rasional
ekonomis, kelebihan penghasilan itu dapat digunakan oleh mereka untuk
memperkuat modal usaha, tetapi hal ini nampaknya tidak banyak dilakukan oleh
penduduk desa Jetis. Kelebihan penghasilan justru mereka guna-kan untuk
membangun rumah baru di desa sementara mereka sendiri bekerja di kota, sehingga
rumah-rumah yang telah terbangun megah tersebut ada yang tidak berpenghuni,
atau hanya dihuni di saat mereka pulang kampung saja; tetapi ada juga yang
ditempati oleh anak-anaknya saja sementara orang tuanya berada di kota; dan ada
juga meminta kerabatnya, biasanya yang sudah tua, atau orangtuanya untuk
menunggui rumah. Beberapa rumah bahkan ditempati orang dari luar daerah yang
bekerja di sekitar desa, sementara mereka belum memiliki rumah sendiri. Dalam
kasus demikian, biasanya mereka tidak diminta untuk membayar sewa rumah,
melainkan hanya diminta merawat selama menempati rumah tersebut.
Kedua, ada yang
memiliki kemampuan untuk menginvestasikan kelebihan penghasilannya dalam bentuk
sawah dan pekarangan di desa. Hal ini dipandang se-bagai dampak positif,
artinya mereka telah mempunyai orientasi ke masa depan. Keinginaan
menginvestasikan uang dalam bentuk tanah dan pekarangan di desa asal ini
berkait dengan keinginan sebagian besar migran yang nantinya setelah tua mereka
kembali ke desa.
Ketiga,
keberhasilan migran di kota memberikan dampak pada kesejahteraan keluarga yang
ditinggalkan. Dengan kelebihan penghasilan selama mereka bekerja di kota, akan
berimbas pada keluarganya yang ditinggal di desa, sehingga dari segi pemenuhan
kebutuhan hidup menjadi lebih baik. Sebagai orang desa yang hidup dalam keadaan
subsistensi, ukuran kesejahteraan bagi mereka adalah terpenuhinya kebutuhan hidup
mereka secara ekonomi, apalagi bila ada kelebihan penghasilan yang dapat
diinvestasikan dalam bentuk lain. Bagi mereka, nampaknya tidak terlalu
mempersoalkan apakah mereka berkumpul terus dengan keluarganya atau tidak, yang
dipentingkan adalah terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Hal ini dibuktikan dari
ungkapan beberapa informan yang menyatakan bahwa dewasa ini mereka merasa lebih
sejahtera dan lebih tenteram hidupnya, sekalipun harus berpisah sementara
dengan keluarganya.
Keempat,
keberhasilan meningkatkan penghasilan ini juga berdampak pada perbaikan
fasilitas umum yang pembiayaannya dilakukan secara swadaya. Dana untuk
membangun fasilitas umum tersebut sebagian besar diperoleh dari penduduk yang
melakukan urbanisasi. Berbagai fasilitas umum yang mengalami perbaikan di
antaranya jalan – jalan desa yang sebagaian besar sudah diaspal, jembatan, dan
tempat peribadatan. Dengan perbaikan prasarana jalan ini akan sedikit banyak
mempengaruhi perekonomian desa.
Kelima, dalam
bidang pertanian, keberhasilan dalam urbanisasi ini membawa dampak yang kurang
menguntungkan. Kegiatan pertanian yang kurang diperhatikan sejak keberhasilan
penduduk Desa Jetis dalam bidang industri tenun pada beberapa dekade sebelumnya
terus berlanjut hingga sekarang, apalagi sebagian penduduk berurbanisasi. Pada
saat industri tenun masih jaya, banyak di antara pemilik sawah yang juga
sebagai pengusaha tenun tidak mengerjakan sendiri sawah miliknya, karena
penghasilan yang diperoleh waktu itu lebih kecil dibanding penghasilan dalam
bidang industri tenun. Demikian juga penghasilan sebagai buruh tani lebih kecil
dibanding sebagai buruh industri. Akibatnya pekerjaan di bidang pertanian lebih
banyak dilakukan dengan mendatangkan buruh dari luar daerah. Saat ini,
keberhasilan urbanisasi menyebabkan mereka semakin enggan pergi ke sawah,
apalagi untuk generasi mudanya yang umumnya hampir tidak pernah bekerja di
bidang pertanian. Karena itu, dewasa ini kesulitan yang dihadapi pemilik sawah
adalah mencari buruh tani, karena desa – desa lain di sekitarnya banyak
warganya yang sekarang juga melakukan urbanisasi. Akibatnya, para pemilik sawah
seringkali harus mendatangkan buruh tani dari wilayah Kabupaten Purwodadi untuk
menggarap sawahnya. Bahkan kadang – kadang ada sawah milik warga Desa Jetis
yang terpaksa terbengkelai tidak tergarap karena kesulitan mencari buruh tani
untuk menggarapnya.
Dampak
Urbanisasi dalam Aspek Sosial Budaya
Perbincangan
mengenai akibat urbanisasi bagi masyarakat desa, selama ini lebih banyak
mengungkapkan pada aspek sosial ekonomi, sementara sorotan terhadap aspek
sosial budaya dirasakan masih kurang. Pada hal sebagaimana dinyatakan beberapa
ahli seperti Zelinsky (1971:222) dan Lewis (1982:168) bahwa mobilitas penduduk
me-megang peranan penting dalam perubahan sosial-budaya dengan cara membawa
ma-syarakat dari kehidupan tradisional ke sua-sana dan cara hidup modern yang
dibawa dari luar. Perubahan tersebut termasuk per-geseran nilai dan norma serta
jaringan dan pola hubungan kekerabatan di pedesaan.
Sebenarnya
tidaklah mudah mengemukakan perubahan yang terjadi pada aspek sosial budaya
ini, karena tidak begitu nampak secara nyata seperti halnya pada perubahan
sosial ekonomi. Sehingga untuk mengetahuinya diperlukan pengamatan yang agak
intensif dan wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat yang
benar-benar menguasai pemasalahan. Bebe-rapa perubahan dalam aspek sosial
budaya antara lain tersebut di bawah ini.
Pertama, perubahan
yang paling nampak dalam aspek sosial budaya adalah dalam bidang pendidikan.
Beberapa informan mengemukakan bahwa sejak sekitar dua puluh tahun terakhir
ini, yaitu sejak berangsurnya penduduk Desa Jetis melakukan urbanisasi, maka
kesadaran penduduk untuk menyekolahkan semakin meningkat. Bila pada tahun
1970-an kebanyakan orang tua hanya menyekolahkan hingga tamat SD, dan sangat
sedikit yang menyekolahkan hingga sekolah lanjutan, kini sebagian besar telah
menyekolahkan anak – anak mereka hingga ke jenjang sekolah lanjutan atas,
bahkan hingga perguruan tinggi. Di desa Jetis, tidaklah aneh bila orang tuanya
bekerja di kota sebagai pedagang bakso, sementara anaknya kuliah di perguruan
tinggi. Tanpa mengabaikan pengaruh variabel lain, misalnya fasilitas pendidikan
yang semakin banyak hingga ke pelosok desa, urbanisasi berdampak pada
peningkatan kesadaran menyekolahkan anak, wawasan dan pemikiran semakin terbuka
setelah ba-nyak berhubungan dengan masyarakat luar, dan melihat perkembangan
pembangunan yang terjadi di tempat lain. Apalagi kesadaran ini semakin
ditunjang peningkatan pendapatan sehingga mereka mampu membiayai pendidikan
anaknya.
Kedua, urbanisasi
juga berdampak pada perubahan peranan dan tanggung jawab wanita. Kenyataan ini
terutama nampak pada wanita yang ditinggal suaminya bekerja di kota, mereka
harus bertindak sebagai kepala rumah tangga selama suaminya tidak ada di rumah.
Wanita tidak hanya bertanggung jawab atas kegiatan di dalam rumah tangga,
tetapi juga harus melakukan kegiatan kemasyarakatan atas nama suami.
Secara tidak langsung mengubah kebiasaan menempatkan kaum wanita hanya sebagai ibu
rumah tangga serta berurusan dengan kegiatan wanita saja. Sebagaimana program
pemerintah yang menuntut kaum wanita untuk turut serta dalam kegiatan di luar
rumah tangga.
Ketiga, dampak
urbanisasi juga terlihat pada kelembagaan keluarga, khususnya dalam sistem
perkawinan, di mana sekarang ini orang tua tidak lagi dominan dalam menentukan
pilihan jodoh bagi anaknya. Dalam kasus di Desa Jetis ini, banyak di antara
pemuda – pemudinya yang memperoleh pasangan hidup dari luar daerah atas dasar
pilihannya sendiri, dan kebanyakan jodohnya tersebut diperoleh di kota tempat
mereka bekerja. Dampak lain adalah semakin meningkatnya usia perka-winan. Kalau
pada tahun 1970-an anak gadis yang belum berumur 18 tahun sudah di-nikahkan,
kini umur kawin telah meningkat dan cenderung “diprogram” oleh mereka sendiri.
Keempat,
urbanisasi memberikan pengaruh pada meluasnya kerangka pemikiran penduduk desa
serta mengubah perilaku masyarakat dari orientasi sosial ke orientasi
komersial. Dalam hal ini telah terjadi perubahan apresiasi nilai uang pada
seluruh warga desa, atau dengan kata lain meminjam istilah beberapa ahli, di
desa tersebut telah terjadi monetisasi dan komersialisasi aktivitas yang semula
bersifat sosial. Kegiatan gotong – royong yang selama ini dipandang merupakan
aktivitas luhur yang kita banggakan kini semakin luntur. Contoh nyata dalam hal
ini adalah bahwa dewasa ini kegiatan memperbaiki rumah, membangun pagar,
membuat sumur, dan kegiatan-kegiatan lain di sekitar rumah tangga sekarang
tidak lagi dilakukan dengan cara sambatan atau tolong –menolong antar tetangga,
melainkan dilakukan dengan membayar tenaga tukang.
Kelima, dari segi
hubungan kekerabatan, urbanisasi sering diasosiasikan dengan melemahnya atau
longgarnya hubungan kekerabatan. Dengan kata lain, makin meningkat kegiatan
mobilitas penduduk akan semakin melonggarkan keterikatan mereka dengan
kehidupan penduduk setempat. Lemahnya hubungan keke-rabatan sebenarnya
tergantung dari persepsi yang diberikan. Secara fisik, memang kepergian mereka
ke luar desa mengakibatkan semakin berkurangnya kesempatan mereka untuk
mengikuti acara atau peristiwa sosial di desa. Tetapi secara batiniah hubungan
dan ikatan dengan daerah asal itu ada beragam perilaku. Ada yang memang merasa
masih memiliki ikatan kuat dengan kerabatnya di desa. Hal ini ditunjukkan
dengan perilaku kepulangan mereka setiap saat ke desa asal. Tetapi ada pula
yang sudah mulai “ogah-ogahan” pulang ke desa, dan dengan demikian ikatan
kekerabatan juga sudah melonggar.
Keenam, secara
sosial, urbanisasi akan berpengaruh pada kesejahteraan keluarga migran yang
bersangkutan. Hal ini berkait dengan kehidupan keluarga mereka yang terpaksa
harus hidup terpisah sampai jangka waktu yang tidak diketahui batasnya.
Sekalipun mereka pada waktu – waktu tertentu pulang ke desa, namun
kesejahteraan keluarga akan lebih terjamin bila mereka selalu berkumpul dalam
satu rumah. Namun demikian, hal ini nampaknya tidak terlalu dirisaukan oleh
orang desa, sebagai masyarakat desa yang biasa hidup subsistensi, nampaknya
pemenuhan kebutuhan ekonomi lebih mendominasi pemikiran mereka dalam soal
kesejahteraan hidupnya.
Ketujuh, orang –
orang “sukses” di kota ini dapat menumbuhkan kemampuan dan keinginan untuk
berkompetisi atau bersaing. Dari sisi positif kompetisi dan persaingan ini akan
sehat dan baik apabila mendorong mereka terpacu dan semakin giat bekerja,
sehingga keberhasilan ini akan semakin dapat dirasakan penduduk desa. Di sisi
lain kompetisi dan persaingan ini akan menjadi tidak sehat karena membuahkan
perilaku budaya baru yang disebut dengan budaya “pamer” dengan menggunakan
ke-kuatan ekonomi. Karena budaya “pamer” ini tidak sesuai dengan budaya Jawa
yang berusaha untuk konform dengan lingkungan sekitar. Dalam hal ini, orang
mencari penga-kuan dan kehormatan melalui kekayaannya. Data di atas sesuai
dengan sinyalemen Saefullah (1994:40) yang menyatakan penggunaan uang untuk
membeli tanah, mendirikan rumah, membeli sepeda motor, dan alat-alat rumah
tangga modern tam-paknya terdorong oleh apirasi mobilitas sosial.
Kedelapan,
pengaruh urbanisasi juga nampak pada kebiasaan berpakaian dan makan. Perubahan
dalam hal berpakaian tidak semata -mata karena evolusi alamiah, melainkan juga
karena ada kontak dengan dunia luar atau ada pihak yang memperkenalkan. Media
massa dan iklan dapat mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam berpakaian dan
makan, tetapi dampaknya tidak akan efektif apabila tidak ada orang yang
memberikan contoh nyata dalam kesehariannya. Setelah melihat cara-cara baru
berpakaian dan mengenal macam-macam makanan modern sekembalinya ke desa
diperlihatkan kepada orang-orang desa.
Kesembilan,
perubahan juga nampak pada pergaulan remaja, serta interaksi antara generasi
muda dengan orang tua. Dari sisi positif, urbanisasi mendorong penduduk untuk
memperluas pergaulan dan penga-laman, dengan akibat lebih lanjut pada keinginan
mereka untuk meningkatkan kemampuan diri. Sedangkan di pihak lain sebagian
remaja yang pergi ke kota membawa kebiasaan baru yang bersifat negatif yang
diperolehnya di kota seperti minum-minuman yang mengandung alkohol, berjudi.
Dampak negatif yang lain adalah mulai berkurangnya penghormatan terhadap orang
tua. Memang hanya sedikit warga Desa Jetis yang melakukan kegiatan negatif
semacam itu, meskipun demikian perilakunya dapat mengganggu kehidupan
masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal interaksi antara generasi muda dengn
orang tua seringkali ditemui adanya kesenjangan, baik dalam hal nilai, norma
dan berakibat pada perilaku kesehariannya.
Upaya
Penanggulangan Urbanisasi
- Mempersulit peraturan proses perpindahan desa ke kota
- Meningkatkan pelaksanaan siskamling agar masyarakat desa merasa lebih terjamin keamanannya.
- Pembangunan sarana yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa, seperti KUD dan pembangunan sarana irigasi.
- Menggalakkan program keluarga berencana untuk menekan laju pertumbuhan penduduk desa.
- Peningkatan fasilitas kehidupan masyarakat desa, seperti sarana angkutan, kesehatan, jalan, pendidikan dan lain sebagainya.
- Menerapkan system desentrlisasi dalam pelaksanaan pembangunan. Kegiatan pembangunan tidak hanya berpusat di kot saja, malinkan tersebar di daerah – daerah lainnya. Sehingga masyarakat desa yang mencari pekerjaan tidah harus dating ke kota.
- Memperlancar arus lalu lintas yang menghubungkan desa dan kota./ sehingga orang desa yang bekerja di kota tidak usah menetap di kota (Nglaju).
- Desentralisasi industry
- Peningkatan masyarakat desa dengan melakukan intensifikasi pertanian dalam pengembanagna industri kecil.
- Membangun jaringan listrik di wilayah pedesaan dan lain sebagainya.
Keuntungan
dan Akibat Urbanisasi
Keuntungan
Urbanisasi:
- Memoderenisasikan warga desa
- Menambah pengetahuan warga desa
- Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
- Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa
Akibat
urbanisasi:
- Terbentuknya suburb tempat – tempat pemukiman baru dipinggiran kota
- Makin meningkatnya tuna karya (orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap)
- Masalah perumahan yg sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
- Lingkungan hidup tidak sehat, timbulkan kerawanan sosial dan kriminal
Cara
Mengatasi Masalah Urbanisasi
Masalah urbanisasi
ini dapat ditangani dengan memperlambat laju pertumbuhan populasi kota yaitu
diantaranya dengan membangun desa , adapun program-program yang dikembangkan
diantaranya:
- intensifikasi pertanian
- mengurangi/membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan kelahiran, yaitu program Keluarga Berencana
- memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di pedesaan
- program pelaksanaan transmigrasi
- penyebaran pembangunan fungsional di seluruh wilayah
- pengembangan teknologi menengah bagi masyarakat desa
- pemberdayaan potensi utama desa
- perlu dukungan politik dari pemerintah, diantaranya adanya kebijakan seperti reformasi tanah
Berdasarkan
kebijakan tersebut, maka yang yang berperan adalah pemerintah setempat dalam
penerapannya. Pemerintah daerah perlu berbenah diri dan perlu mengoptimalkan
seluruh potensi ekonomi yang ada di daerah, sehingga terjadi kegiatan ekonomi
dan bisnis yang benar benar berorientasi pada kepentingan warganya.
Tapi bukan berarti
pemerintah daerah saja yang berperan, di tingkat pusat, pemerintah juga perlu
membuat kebijakan lebih adil dan tegas terkait pemerataan distribusi sumber
daya ekonomi. Arus balik ialah fenomena tahunan. Banyak pelajaran berharga yang
bisa dipetik untuk mengantisipasi meledaknya jumlah penduduk perkotaan dengan
segala macam persoalannya.
0 komentar:
Posting Komentar